Storefront of World

Berbagi berbagai macam informasi dan cerita-cerita menarik yang berada di etalase dunia.

Friday, 15 August 2014

Karena waktu [2]


WAKTU BERSAMA DINDA [2]

Setelah aku berganti pakaian, segera dinda mengajakku untuk berangkat. Dan aku pun berjalan kaki terlebih dahulu. Sedangkan dinda berada di belakangku, dia memanggilku.
“hei tama, kok jalan kaki sih. Buang-buang waktu kalau gini. Terus pas sampai sana udah malem” ucapnya sambil meringis.
Aku pun berbalik mendekatinya dengan menggaruk-garuk kepalaku.
“terus? Kalau enggak jalan kaki, mau naik apaan din?”. Celetukku.
“itu !”. tunjuk dinda ke sepeda tua yang sering  aku pakai berangkat sekolah dan berboncengan bersama dinda. Sepeda itu peninggalan almarhum ayahku, sebuah benda yang memiliki nilai historis bagiku.
“Hmmmhh... kalau pakai itu, yang capek Cuma aku sendiri. Kamunya sih duduk-duduk aja”. Balasku ke dinda sambil menoleh ke sepeda.
“huuu, yaudah gantian deh yang ngayuh sepedanya tam..”. jawab dinda membujukku dan memberi penawaran dengan muka memelas.
“hahahahaha, bercanda nona manja. Ayo gak usah lama-lama lagi, ambilin tuh sepeda bawa sini din”. Aku tertawa kencang, kegelian melihat ekspresi dinda yang tidak pernah aku lihat sebelumnya, sambil menyuruhnya untuk membawakan sepeda.
“ih dasar cowok !”. gerutu si dinda.
Aku berpamitan dengan ibuku dan aku pun beranjak mengayuh sepedaku dan pergi. Ditengah perjalanan kami sangat suka mengiringinya dengan bernyanyi. Iya, asal ada salah satu dari kami yang menyanyi, entah aku ataupun dinda pasti melanjutkan liriknya. Mungkin kebersamaan ini yang sering dicemburukan oleh teman-temanku. Bahkan sampai-sampai ada yang mengira kalau aku dan dinda itu sepasang kekasih. Aku hanya tertawa didalam hati dan berkata ‘ya, semoga saja’.
Ketika kami melewati masjid, banyak anak-anak TPA yang menyoraki kami. Terdengar suara tawa dinda yang mungkin seakan malu-malu atau entahlah, itu yang merasakan dinda. Suara tawa dinda itu membuatku tersenyum sendiri. tidak tahu kenapa, renyah rasanya ditelinga, benar-benar tawa yang khas.
Tak terasa, aku dan dinda sudah sampai di taman kota. Disana banyak pedagang-pedagang dari makanan yang ringan sampai makanan besar pun ada disini. Kalau pagi dan sore , tempat itu jadi tempat favorit untuk orang-orang berolahraga. Sambil menikmati keramaian disana, tak sadar akupun kehilangan dinda yang tadinya berjalan disampingku. Bergegas aku memarkirkan sepeda di masjid dekat taman. Dan aku mendapati dinda yang sudah tidak terkontrol lagi, tangannya penuh dengan makanan ini itu. Dinda pun melihatku dan memberiku lambaian untuk menghampirinya. Seperti biasa, kami memesan makanan. Makanan yang kami pesan adalah bakso, dia sangat menyukai makanan yang satu ini, bahkan muncul berita yang aneh-aneh tentang ini itu pada bakso, dinda pun tidak memperdulikannya. Begitu juga aku, aku juga menyukai bakso, sangat menyukainya.
Tapi berbeda halnya aku dengan dinda, mungkin aku sangat menyukai bakso dan hampir mungkin satu kali seminggu aku belum tentu bisa menyantapnya sehabis pulang sekolah.  tidak seperti dinda, dia kapanpun bisa menyantapnya, untuk hal ini dia tidak menyantapnya setiap saat, karena dinda selalu nebeng bersamaku. Entah kenapa, kalau dengan dinda aku pun rela memberikan beberapa baksoku dimangkukku ke dalam mangkuk dinda. Pernah dia bertanya dengan heran “loh tam, kok dikasihin aku semua sih. Kan kamu suka juga makan bakso?”.  Dan akupun menjawab apa adanya “ah enggak kok, kamu kayaknya lebih menyukainya daripada aku hehe”. “mhihihi”. Tawa dinda sambil melanjutkan makan.    
BACA SELANJUTNYA

No comments:

Post a Comment